Penerapan Asas Pemaafan Hakim (Rechterlijk Pardon) dalam Perkara Pidana untuk Menegakkan Keadilan Restoratif
Handa Lesmana, Dharma Setiawan Negara, Erwin Susilo
Abstrak
Penerapan asas rechterlijke pardon (pemaafan hakim) dalam sistem peradilan
pidana Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan hukum dan praktik.
Meskipun konsep ini telah diakomodasi dalam Pasal 54 ayat (2) UU No. 1 Tahun
2023 yang akan berlaku mulai 2 Januari 2026, saat ini hakim belum memiliki
dasar hukum yang jelas untuk menerapkannya. Kekosongan hukum ini menyebabkan
keterbatasan bagi hakim dalam menggunakan diskresi untuk tidak menjatuhkan
pidana kepada terdakwa yang terbukti bersalah, tetapi layak mendapatkan
pemaafan berdasarkan keadilan dan kemanusiaan. Penelitian ini mengkaji
regulasi terkait pemaafan hakim dalam sistem hukum Indonesia serta tantangan
penerapannya dalam putusan hakim. Penelitian ini juga membahas bagaimana
pemaafan hakim dapat mendukung konsep keadilan restoratif sebagaimana diatur
dalam PERMA No. 1 Tahun 2024. Hasil kajian
menunjukkan bahwa belum adanya jenis putusan khusus untuk pemaafan hakim
dalam KUHAP menyebabkan hakim mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan
asas ini. Sebagai solusi, diperlukan harmonisasi antara UU No. 1 Tahun 2023
dan KUHAP agar pemaafan hakim dapat diakomodasi secara formil dalam sistem
peradilan pidana. Dengan demikian, hakim dapat lebih fleksibel dalam
menegakkan keadilan yang lebih manusiawi dan kontekstual, tanpa mengabaikan
prinsip kepastian hukum.
Kata Kunci:
Rechterlijke Pardon, Keadilan Restoratif, Hakim, KUHP Nasional, KUHAP.
Full Text (PDF):
Tidak ada komentar:
Posting Komentar